KPI All Out Mengoreksi PP mengenai Penyiaran
Berita

KPI All Out Mengoreksi PP mengenai Penyiaran

Setelah mengajukan uji materi terhadap 7 PP mengenai Penyiaran ke MA, KPI juga tengah mempersiapkan pengajuan sengketa kewenangan lembaga negara ke MK.

Oleh:
Lut
Bacaan 2 Menit
KPI <i>All Out</i> Mengoreksi PP mengenai Penyiaran
Hukumonline

 

Pertemuan dengan presiden yang melibatkan Menkominfo digelar pada Selasa lalu itu, diakui Sasa merupakan salah satu langkah politik yang telah direncanakan KPI. Dukungan presiden ini semakin melengkapi langkah politik yang selama ini telah ditempuh KPI. Sebelumnya, KPI juga mendapat dukungan dari DPR, masyarakat kampus serta Masyarakat Pers dan Penyiaran (MPPI). Langkah politik ini diharapkan menjadi pressure untuk mempercepat target KPI. Secara politik, kami mentargetkan 7 PP itu dicabut, tegas Sasa.

 

Selain langkah politik, langkah hukum juga tengah dilakukan KPI. Seperti diketahui, pada 10 Mei lalu, KPI melalui kuasa hukumnya, Hinca IP Panjaitan, telah mendaftarkan uji materi (judicial review) terhadap empat PP ke Kepala Direktorat Tata Usaha Negara MA Abdul Manan. Keempat aturan yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu UU No. 32 Tahun 2004 tentang Penyiaran.

 

Aturan yang diuji materi itu adalah PP No 49/2005 tentang Liputan Penyiaran Asing, PP No 50/2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta, PP No 51/2005 tentang Lembaga Penyiaran Komunitas, dan PP No 52/2005 tentang Lembaga Penyiaran Berlangganan. Total materi muatan keempat PP yang diuji materi itu berjumlah 155 materi. Keempat PP itu juga telah ditolak beberapa anggota DPR pada Februari lalu.

 

Sebelumnya, pada 15 Juni 2005 lalu KPI telah mengajukan uji materi tiga PP ke MA, sehingga total ada 7 PP yang saat ini nasibnya ada di tangan MA. Ketiga PP tersebut adalah PP Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran, PP Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik RRI, dan PP Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI.

 

Uji materi terhadap ketujuh peraturan tersebut karena peraturan itu membuat esensi penyiaran publik berubah. Penyiaran publik bukan lagi milik publik, melainkan pemerintah. Fungsi KPI sebagai regulator segala hal berkenaan dengan penyiaran diatur oleh lembaga independent (KPI, red) sebagai representasi kepentingan publik diambil alih pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo).

 

Dengan adanya PP itu, Sasa menjelaskan, fungsi KPI untuk memberikan masukan, menyalurkan aspirasinya serta kepentingannya dalam regulasi tidak dapat dijalankan. Ini jelas bertentangan dengan Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). Lalu pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (1) dan ayat(2), Pasal 8 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

Adanya 7 PP itu, mengakibatkan juga KPI tidak dapat memainkan fungsinya sebagai wujud peran serta masyarakat yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran sebagaimana diamanatkan Pasal 8 ayat (1) UU Penyiaran.

 

Demikian pula ketika hendak menjalankan fungsi sebagai regulator, khususnya dalam pemberian sanksi kepada lembaga penyiaran publik. KPI pun menjadi tidak dapat menjalankan fungsi regulator berkenaan dengan keberatan masyarakat maupun lembaga penyiaran akibatnya jatuhnya sanksi. Wewenang ini diamanatkan dalam Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) UU Penyiaran.

 

Salah satu poin yang ingin direvisi antara lain tegaknya aturan KPI (di bawah PP) mengenai setiap hal tentang penyiaran. Bukan seperti yang dicantumkan dalam PP bahwa keberadaan PP akan diikuti keputusan menteri. Artinya, segala hal yang berkenaan dengan penyiaran akan ditentukan pemerintah dan bukan KPI yang memiliki otoritas penyiaran.

 

Sementara itu, Menkominfo Sofyan A Djalil menyambut baik langkah KPI mengajukan judicial review kepada MA. Menteri mengakui bahwa ada kontroversial dari PP mengenai penyiaran itu. Hanya MA yang berhak menentukan mana saja yang menjadi kontroversial dari PP tersebut, ujarnya kepada Hukumonline yang menemuinya di kantor Depkominfo sesaat sebelum meluncur ke Gedung DPR, Selasa (16/5).

 

Sofyan menganggap, uji materi yang diajukan KPI terhadap 155 pasal dari keempat PP itu hanyalah versi dari KPI. Karena itu, Kontroversial baru bisa dihilangkan jika KPI dan pemerintah duduk bersama mencari jalan keluar yang terbaik, katanya sambil menambahkan bahwa pemerintah tengah membentuk Tim untuk menanggapi uji materi dari KPI.

 

Pada kesempatan wawancara singkat itu, Sofyan kembali menegaskan sekaligus menjamin bahwa kewenangan KPI tidak akan diintervensi oleh pihak manapun. Tidak ada satu pun kewenangan KPI yang diambil pemerintah. Ingat itu ya, tegasnya sambil memasuki mobilnya.

 

KPI berencana ke MK dan DPR

Menyadari langkah politik yang telah dilakukan belum menampakkan adanya tanda-tanda perubahan, demikian juga dengan langkah hukum melalui judicial review ke MA, KPI berencana mengajukan sengketa ini ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, Kami akan mengajukan soal Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN, red). Ada intepretasi berbeda mengenai hal ini antara KPI dengan Depkominfo, jelas Sasa.

 

Bagi KPI, lanjut Sasa, UU Penyiaran secara jelas memberi kewenangan kepada KPI untuk mengeluarkan izin penyiaran. Hal ini seperti diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (2) bahwa KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Selain itu, juga dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5).

 

Lantas dimana keterlibatan pemerintah dalam hal ini Menkominfo? Dalam Pasal 33 ayat (4) huruf c dan huruf d UU Penyiaran, jelas Sasa, kewenangan pemerintah dalam perizinan hanya dua hal yakni terlibat dalam Forum Rapat Bersama khusus untuk perizinan. Kewenangan pemerintah lainnya adalah memberi izin alokasi dan penggunaan frekuensi radio atas usul KPI. Jadi, menteri tidak memiliki kewenangan dalam menerima permohonan izin penyelenggaraan penyiaran, tegas Sasa.

 

Namun, bagi Depkominfo seperti pernah dijelaskan Menkominfo dalam suatu kesempatan, yang dimaksud negara dalam hal ini adalah Menkominfo. Sehingga dalam PP No. 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta ditegaskan bahwa pengajuan permohonan izin harus kepada Menteri melalui KPI.

 

Tekad mengajukan SKLN mengenai UU Penyiaran ke MK setelah KPI berkonsultasi dengan sejumlah pakar hukum. Kata mereka, ada kewenangan KPI yang diambil paksa oleh Menkominfo. Ini sesuai dengan salah satu syarat SKLN menurut Putusan No. 002/SKLN-IV/2006 dalam kasus Pilkada Depok adalah adanya kewenangan konstitusional yang dipersengketakan oleh Pemohon (KPI) dan Termohon (pemerintah-Depkominfo), dimana kewenangan konstitusional Pemohon diambil alih dan/atau terganggu oleh tindakan Termohon

 

Selain itu, Mahkamah Konstitusi telah berpendapat bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia istilah lembaga negara tidak selalu dimaksudkan sebagai lembaga negara yang disebutkan dalam UUD yang keberadaannya atas dasar perintah konstitusi, tetapi juga ada lembaga negara yang dibentuk atas perintah UU. Jadi, posisi KPI dan Depkominfo adalah equal sehingga kami bisa membawa sengketa ini ke MK, ujar Sasa.

 

Jika semua langkah baik yang telah dilakukan maupun yang sedang disiapkan masih saja menemui jalan buntu, KPI terpaksa menempuh langkah terakhir yakni Legal Review ke DPR berupa amandemen UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Perselisihan itu akhirnya ditengahi Presiden. Kedua pihak yang bersilang pendapat: Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diundang ke Istana pada Selasa (16/5). Keduanya, diminta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan duduk persoalan tentang masalah yang mereka sengketakan.

 

Dalam pertemuan itu, Presiden didampingi Menteri Kominfo Sofjan A. Djalil dan Seskab Sudi Silalahi. Sementara anggota KPI yang hadir antara lain Wakil Ketua KPI Pusat Sinansari Ecip, Komisioner KPI Ade Armando, Komisioner KPI Sasa Djuarsa Sendjaja, dan perwakilan dari KPI Daerah Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Barat dan DI Yogyakarta.

 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempersilakan KPI mengajukan uji materi, baik kepada Mahkamah Agung (MA) maupun Mahkamah Konstitusi (MK), terhadap empat Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penyiaran yang dinilai bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

 

Namun, Presiden juga meminta dilakukannya pembicaraan untuk mencari titik temu jika ada hal-hal di luar materi UU Penyiaran yang harus dibicarakan, kata Sasa Djuarsa Sendjaja, Komisioner KPI kepada Hukumonline yang menemuinya di kantor KPI di Gedung Bapeten, Jakarta, Selasa (16/5).

 

Sikap Presiden yang sangat apresiatif terhadap apa yang kami lakukan ini merupakan modal baik buat kami untuk mempertegas fungsi dan peran KPI ke depan, tambahnya. Selanjutnya, KPI akan memantau terus perkembangan uji materi yang saat ini berada di tangan MA.

Tags: