Peradin Menggugat Keabsahan Peradi
Berita

Peradin Menggugat Keabsahan Peradi

‘Walaupun tidak menjadi tuntutan kami, bisa saja kegiatan yang telah mereka lakukan nantinya dinyatakan ilegal kalau kami menang.'

Oleh:
CR-3/CR-1
Bacaan 2 Menit
Peradin Menggugat Keabsahan Peradi
Hukumonline

 

Kedua, UU No.18/2003 secara jelas menyatakan bahwa hanya ada satu wadah organisasi advokat. Berhubung Peradin berdiri setahun lebih awal dibandingkan Peradi yang baru berdiri pada 23 Desember 2004, maka mereka mengklaim Peradin lah yang dimaksud oleh UU No.18/2003.

 

Saat ini, perseteruan dua organisasi yang namanya hanya dibedakan oleh huruf ‘n' ini telah bergulir di PN Jakpus, dan telah melewati tahap duplik. Dalam eksepsinya, Peradi membantah tudingan yang menyatakan mereka bukanlah organisasi advokat sebagaimana dimaksud oleh UU No.18/2003.

 

Peradi mendasarkan bantahannya tersebut pada Pasal 32 ayat (3) UU No.18/2003. Dalam pasal tersebut dinyatakan: Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh delapan organisasi advokat.

 

Pasal tersebut kemudian direvisi oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka kemungkinan bagi organisasi advokat lain di luar delapan organisasi yang berdiri sebelum adanya UU Advokat untuk turut ‘mengelola' Peradi.  

 

Menanggapi gugatan Peradin terhadap organisasinya, Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan dengan santai menyatakan gugatan tersebut bukanlah hal besar baginya. Otto justru mempertanyakan keabsahan Peradin sebagai organisasi.

 

Bagaimana bisa mereka mengaku Peradin yang berdiri dua tahun yang lalu, sementara saya adalah anggota Peradin sejak 1984, ujarnya ketika ditemui di sela-sela acara Halal Bihalal Peradi (23/11).

 

Didukung Mahkamah Agung

Sementara itu, Agusman Candra Jaya dari Peradin mengatakan dalil keterlibatan delapan organisasi advokat dalam membidani lahirnya Peradi tidak tepat. Menurut Agusman, Pasal 32 ayat (3) UU No.18/2003 yang digunakan oleh Peradi justru secara jelas menyatakan delapan organisasi tersebut hanyalah menjalankan tugas dan wewenang organisasi advokat untuk sementara.

 

Hanya sebatas itu. Tidak ada dalam pasal itu yang memberi kewenangan untuk membentuk wadah tunggal, jelas Agusman.

 

Ia menambahkan yang diberi wewenang untuk membentuk wadah tunggal adalah advokat, bukan organisasi advokat. Apabila organisasi advokat yang mendirikannya, menurut Agusman, itu tidak bisa dipandang sebagai organisasi advokat, tetapi bentuk federasi dari organisasi-organisasi advokat.

 

Namun begitu, Agusman menyadari secara kekuatan, Peradi saat ini memang lebih unggul karena selain didukung oleh delapan organisasi advokat, Peradi juga didukung oleh Mahkamah Agung. Hal tersebut, lanjutnya, dapat terlihat dengan diizinkannya Peradi untuk menggunakan ruangan MA dalam peluncuran Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA).

 

Walaupun tidak menjadi tuntutan kami, bisa saja kegiatan yang telah mereka lakukan nantinya dinyatakan ilegal kalau kami menang, kata Agusman yang juga mengungkapkan bahwa sebelumnya sempat direncanakan proses mediasi bagi kedua belah pihak, walaupun pada akhirnya gagal karena pihak Peradi urung datang.

Keberadaan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sebagai wadah tertinggi bagi advokat di negeri ini mulai terusik. Sebuah organisasi advokat yang berpusat di Provinsi Lampung bernama Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) mengajukan gugatan terhadap Peradi ke PN Jakarta Pusat.

 

Dalam nota gugatan yang resmi didaftarkan sejak 30 Mei 2005 lalu, Peradin menggugat keberadaan Peradi yang dianggap tidak layak untuk menjadi wadah tunggal advokat sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 18/2003 tentang Advokat.

 

Peradin justru mengklaim bahwa mereka lah yang memenuhi kriteria untuk disebut sebagai wadah tunggal menurut UU No.18/2003. Peradin bahkan memperkuat klaim mereka dengan mengungkapkan fakta dimana tidak ada yang keberatan ketika Peradin berdiri 6 September 2003.

 

Lebih lanjut, Peradin menyatakan setidaknya ada dua alasan kenapa mereka menganggap Peradi tidak memenuhi kriteria sebagai wadah tunggal advokat. Pertama, Peradi dibentuk oleh delapan pimpinan organisasi advokat yang sudah eksis sebelum UU No.18/2003 lahir.

 

Sebagaimana diketahui, ada delapan organisasi advokat yakni Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) yang membidani lahirnya Peradi. Dengan alasan tersebut, Peradin menganggap Peradi hanyalah wadah berhimpunnya kedelapan organisasi yang membentuknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: