Hindari Disparitas Hukum dalam Memutus Perkara Korupsi DPRD
Berita

Hindari Disparitas Hukum dalam Memutus Perkara Korupsi DPRD

Putusan MA tentang kasus DPRD Sumatera Barat harus dijadikan yurisprudensi.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Hindari Disparitas Hukum dalam Memutus Perkara Korupsi DPRD
Hukumonline

Lembaga peradilan diminta untuk tidak membuat disparitas hukum dalam menangani perkara korupsi di DPRD. Disparitas muncul karena putusan pengadilan yang berbeda-beda atas kasus serupa.

 

Permintaan itu disampaikan empat lembaga swadaya masyarakat saat hendak menyampaikan pernyataan senada kepada pimpinan Mahkamah Agung, Rabu (21/09). ICW, Forum Masyarakat Basmi Korupsi Kota Cirebon, Fahmina Institut dan Dewan Kota Cirebon meminta Mahkamah Agung (MA) menertibkan jajarannya agar disparitas putusan perkara-perkara korupsi di DPRD tidak terjadi. Bagaimanapun, disparitas itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

Disparitas itu bisa dilihat pada penanganan perkara dimaksud selama ini. Ketua Bidang Hukum dan Monitoring Pengadilan ICW Emerson Yuntho menegaskan bahwa hingga akhir tahun 2004, tercatat ada 102 kasus korupsi yang melibatkan pimpinan dan anggota DPRD. Total kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp772 miliar. Dengan jumlah itu, berarti 1.437 anggota DPRD di Indonesia sudah harus diproses hukum. Saat ini, masih ada sekitar 1.115 anggota DPRD lagi yang sedang menjalani proses pemeriksaan dalam kasus korupsi.

 

Selama ini perbedaan pandangan sesama hakim lebih banyak terfokus pada keberlakuan Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tentang Susunan dan Kedudukan Keuangan DPRD. Sebagian pengadilan menganggap PP itu tidak bisa digunakan menjerat korupsi anggota DPRD karena sudah dibatalkan MA lewat uji materiil. Salah satu putusan yang membebaskan anggota DPRD dengan mengacu pada ketidakberlakuan PP 110 adalah putusan PN Cirebon. Majelis hakim pimpinan Dehel K Sandan membebaskan pimpinan dan anggota DPRD Cirebon atas tuduhan korupsi senilai Rp1,3 miliar.

 

Namun ada juga hakim yang menganggap PP 110 masih bisa digunakan. Terakhir, 2 Agustus lalu, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi 43 mantan anggota DPRD Sumatera Barat periode 199-2004. Putusan ini menguatkan putusan sebelumnya yang menghukum para anggota Dewan. Sesuai putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Barat, mantan Ketua DPRD Arwan Kasri, dan dua wakilnya Titi Nazif Lubuk dan Masfar Rasyid divonis masing-masing lima tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Selain itu, 40 anggota DPRD Sumbar dihukum masing-masing empat tahun penjara dan denda yang sama dengan Arwan Kasri Cs.

 

Untuk menghindari disparitas hukum, Emerson meminta agar MA menjadikan putusan atas kasus DPRD Sumatera Barat itu sebagai yurisprudensi.

Tags: