Walhi Minta Kejelasan MK Soal Putusan UU SDA
Berita

Walhi Minta Kejelasan MK Soal Putusan UU SDA

Putusan MK tidak memberi kepastian tapi memberi kebebasan pada tiap orang untuk menafsirkan dan menggunakannya.

Oleh:
CR-2
Bacaan 2 Menit
Walhi Minta Kejelasan MK Soal Putusan UU SDA
Hukumonline

 

Sebaiknya pemerintah tidak memberikan kontrak sekarang, karena kalau baca semangat dari MK kan tidak mendukung privatisasi. Apalagi sebentar lagi akan terjadi tender berkaitan dengan Infrastructure Summit yang salah satunya pembangunan irigasi yang akan diserahkan pada swasta, kata Chalid.

 

Memberi kebebasan

Menanggapi putusan MK, ahli perundang-undangan dari Universitas Airlangga Frans Limahelu menilai ada perbedaan antara istilah hak dan izin. Dalam Pasal 8 ayat(1) UU No.7/2004 disebutkan hak guna pakai air memerlukan izin bila digunakan pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada. Padahal, lanjut dia, banyak daerah pertanian yang berada di luar sistem irigasi. Oleh karena itu, potensi benturan dalam pelaksanaan UU No.7/2004 sangat besar.

 

Hak dan izin ini dua istilah hukum yang berbeda. Dalam putusan MK tidak ada penjelasan mengenai izin kelola dan hak guna. MK tidak memberi jalan keluar yang jelas, ujar Frans.

 

Ia juga menyatakan menurut aturan sebenarnya tidak bisa diajukan permohonan pengujian UU No.7/2004 lagi, karena putusan MK bersifat final dan mengikat.

 

 

Pertimbangan MK yang dinilai membingungkan

 

…MK berpendapat UU SDA telah cukup memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, yang dalam peraturan pelaksanaannya Pemerintah harus memperhatikan pendapat Mahkamah yang telah disampaikan dalam pertimbangan hukum yang dijadikan dasar atau alasan putusan. Sehingga, apabila UU a quo dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah di atas, maka terhadap UU a quo tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian kembali (conditionally constitutional)…

 

 

Frans menyatakan putusan ini bisa dianggap sebagai penjelasan MK untuk UU No.7/2004 tentang pasal yang diajukan pemohon, agar undang-undang ini bisa dipakai oleh pemerintah. Frans menilai putusan ini tidak memberi kepastian tapi memberi kebebasan pada tiap orang untuk menafsirkan dan menggunakannya.

 

Saya tidak tahu kenapa mereka bikin begitu. Kalau menurut formatnya mestinya tidak memenuhi syarat. Karena tidak memenuhi format dia batal, sehingga harus disusun ulang. Sekarang mereka berani tidak mengatakan hukumnya? Tapi hakim macam-macam, ada yang berani, ada yang cari aman, kata Frans.

 

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA) Hamong Santoso menyatakan masalah pengajuan pengujian kembali UU No.7/2004 harus didefinisikan secara jelas oleh MK agar tidak menimbulkan kebingungan.

 

Putusan soal pengajuan pengujian kembali UU SDA ini punya kekuatan hukum, jangan sampai tidak punya makna, ujar Hamong.

Walhi menilai beberapa pertimbangan putusan MK terhadap judicial review UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air  tidak cermat. Oleh karena itu, Walhi akan mengirimkan surat ke MK untuk menanyakan berbagai tafsiran (verklaring) dalam pertimbangan putusan tersebut.

 

Hal yang dianggap masih belum jelas karena dalam putusan MK pasal yang membuka peluang privatisasi dianggap sebagai hal yang menjadi tanggung jawab negara. Selain itu, pada pertimbangan hukum putusan MK juga menyiratkan kemungkinan UU No.7/2004 diajukan judicial review kembali. Padahal, putusan MK bersifat final dan mengikat.

 

Kita juga akan memantau beberapa regulasi untuk dibawa kembali ke MK, kita akan desak pemerintah dan DPR membatalkan PP No.16/2005 pasal 46 yang membuka peluang privatisasi air dan kita akan pastikan rakyat berdiri bersama untuk menolak privatisasi air, kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Chalid Muhammad dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (21/7).

 

Chalid menilai putusan MK bisa menyebabkan Indonesia mengalami kerugian lebih besar lagi. Dia mencontohkan jika pemerintah sudah membuat kontrak pengelolaan air dengan pihak swasta lalu diajukan judicial review lagi, dan MK membatalkan UU No.7/2004, maka persoalannya bisa dibawa ke arbitrase perdagangan internasional.

Tags: