Pemerintah Diminta Perhatikan Empat Hal Ini Ketika Hadapi Freeport
Berita

Pemerintah Diminta Perhatikan Empat Hal Ini Ketika Hadapi Freeport

Empat hal itu harus menjadi perhatian pejabat pemerintah dan manajemen Inalum, sekaligus mempersiapkan langkah antisipasinya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Para pembicara seminar bertajuk “Divestasi Saham PT Freeport Indonesia Sebagai Perwujudan Kedaulatan Negara untuk  Kemakmuran Rakyat” di Gedung DPD Jakarta, Senin (13/8). Foto: RFQ
Para pembicara seminar bertajuk “Divestasi Saham PT Freeport Indonesia Sebagai Perwujudan Kedaulatan Negara untuk Kemakmuran Rakyat” di Gedung DPD Jakarta, Senin (13/8). Foto: RFQ

Proses perundingan Pemerintah Indonesia dengan Freeport Mc Moran terkait pembelian 51 persen saham Freeport diperkirakan tak berjalan mulus. Meski kesepakatan (head of agreement/HoA) sebelumnya membuahkan hasil, namun kesepakatan ini dinilai masih menyimpan beberapa persoalan mulai status hukum HoA, tagihan pajak air, pembelian saham lebih baik saat kontrak Freeport habis pada 2021, tingginya dana yang harus dikeluarkan sebesar US$ 3,85 miliar untuk membeli saham perusahaan tambang tersebut.

 

Karenanya, pemerintah dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) diminta memperhatikan beberapa hal dan lebih waspada ketika berhadapan dengan Freeport dalam proses lanjutan divestasi saham. Hal ini disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana dalam sebuah seminar bertajuk, “Divestasi Saham PT Freeport Indonesia Sebagai Perwujudan Kedaulatan Negara untuk Kemakmuran Rakyat”di Gedung DPD Jakarta, Senin (13/8/2018).

 

“Para pejabat pemerintah dan manajemen Inalum perlu lebih waspada ketika berhadapan dengan Freeport Mc Moran,” ujarnya. Baca Juga: Pakar Hukum Pertambangan Ini Kritisi Proses Divestasi Freeport

 

Misalnya, kata Hikmahanto, pertama, para pengambil keputusan (pemerintah dan Inalum) tidak bolehnya memperlakukan Freeport Mc Moran seolah telah mengikat Indonesia melalui Kontrak Karya. Sebab, hal ini bisa membuat Freeport enggan tunduk dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, terutama ketika kepentingan Freeport Mc Moran terganggu.

 

Kedua, para pejabat dan manajemen Inalum semestinya memperhatikan berbagai hal yang telah dicapai pemerintahan sebelumnya. Sebab, kata pria yang akrab disapa Prof Hik ini, interaksi antara pemerintah dan Freeport Mc Moran sudah berjalan panjang. Karena itu, dia mengingatkan agar para pejabat pemerintah dan manajemen Inalum tidak menafikan hasil yang sudah dicapai pemerintahan era-era sebelumnya.

 

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono misalnya, terdapat memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepemahaman antara pemerintah Indonesia dengan Freeport. Nah kedudukan MoU dinilai sepadan kedudukannya dengan Head of Agreement (HoA). “Menjadi pertanyaan, apakah HoA yang ditandatangani saat ini akan tetap dipertahankan oleh siapapun atau pemerintahan berikutnya, atau nasibnya akan sama dengan MoU terdahulu?”

 

Ketiga, lanjutnya, terkadang ketika tercapai kesepakatan dengan Freeport Mc Moran, para pejabat pemerintah terlibat moral hazard dan penyimpangan hukum. Karena itu, hal ini mesti diwaspadai lantaran moral hazard dan penyimpangan hukum bakal diekspoitasi Freepport di meja perundingan ketika kepentingannya berbicara. Bahkan, Freeport mampu melakukan lobi-lobi ke para tokoh–tokoh berpengaruh di Indonesia atau di Amerika Serikat.

Tags:

Berita Terkait