Menggeser APBD untuk THR Seperti ‘Menggali Lubang Kuburan’
Berita

Menggeser APBD untuk THR Seperti ‘Menggali Lubang Kuburan’

Karena tanpa adanya persetujuan DPRD atas pengajuan APBD perubahan dapat dianggap ilegal dan berpotensi menimbulkan persoalan pidana bagi kepala daerah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintahan Joko Widodo nampaknya masih saja membuat polemik di tengah masyarakat terkait kebijakan yang ditempuhnya. Kini, giliran kebijakan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dibebankan ke Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Tak sedikit, kepala daerah yang keberatan yang diamanahkan surat edaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) No. 903/3387/SJ. tertanggal 30 Mei 2018.

 

Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) Adri Zulpianto menilai surat edaran Kemendagri tersebut memaksa alokasi APBD untuk THR dapat dianggap anggaran ilegal. Pasalnya, keluarnya anggaran dari APBD mesti mendapat persetujuan dari DPRD. Bila menabrak ketentuan pun melanggar UU. “Bisa dianggap anggaran ilegal,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/6/2018) kemarin.

 

Kebijakan yang membebankan ke masing-masing APBD bakal menjadikan kepala daerah sebagai pesakitan karena anggaran THR tidak masuk dalam APBD. Bagi kepala daerah yang mengikuti anjuran pemerintah sebagaimana dalam surat edaran Kemendagri, maka bukan tidak mungkin kepala daerah bisa terjerat kasus hukum.

 

“Surat edaran Kemendagri tersebut seperti ‘menggali lubang kuburan’ untuk mengubur kepala daerah,” ujarnya. Baca Juga: KPPOD Nilai Pergeseran APBD untuk THR Beresiko

 

Atas dasar itu, Adri bersama Alaska meminta kebijakan tersebut dikaji ulang. Bahkan bila perlu dicabut. Pasalnya itu tadi, anggaran THR tidak tercantum dalam APBD 2018. Begitu pula dengan Kemenkeu yang diminta membatalkan THR bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan honorer di lingkungan pemerintah pusat. Sebab kebijakan tersebut menjadi bentuk ketidakadilan bagi ASN di tingkat daerah.

 

Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengatakan kebijakan pemerintahan Jokowi tersebut memberatkan banyak kepala daerah. Ironisnya, kata Riza, kebijakan tersebut diumumkan  secara mendadak yang ujungnya ketidaan kesiapan anggaran dari APBD. Nah para kepala daerah di banyak daerah tidak mengetahui soal anggaran THR. Pasalnya yang ada hanyalah gaji ke-13 yang dianggarkan APBD.

 

“Kan orang awalnya tahunya dibiayai APBN seluruhnya. Ternyata dibebankan kepada APBD,” ujarnya.

 

Riza berpandangan Pemda DKI Jakarta yang memiliki manajemen dan sistem yang baik dibanding daerah lain, tidak mudah mengganggarkan THR yang tidak terdapat dalam APBD. Menurutnya, tidak mudah untuk menggeser anggaran dalam APBD. “Perlu waktu dan tidak mudah, bahkan istilahnya jungkir balik,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait