Benny: Anggota DPR Boleh Jadi Partner di Lawfirm
Utama

Benny: Anggota DPR Boleh Jadi Partner di Lawfirm

Benny K Harman, Ruhut Sitompul, Trimedya Pandjaitan dan Nudirman Munir dilaporkan ke Badan Kehormatan karena masih memiliki lawfirm.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Keempat Anggota DPR ini Diadukan Ke Badan Kehormatan (BK). Foto: SGP
Keempat Anggota DPR ini Diadukan Ke Badan Kehormatan (BK). Foto: SGP

Sejumlah anggota Komisi III DPR dilaporkan ke Badan Kehormatan DPR oleh anggota Kelompok Petisi 50 Judilherry Justam. Ia melaporkan empat anggota komisi yang menangani bidang hukum, HAM dan keamanan itu karena mereka masih berstatus advokat dan memiliki lawfirm. Empat anggota dewan itu adalah Benny K Harman, Ruhut Sitompul, Trimedya Pandjaitan dan Nudirman Munir. 

“Anggota DPR dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris dan pekerja lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota DPR,” ujar Judilherry membacakan isi Pasal 208 ayat (2) UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD kepada wartawan di Gedung DPR, Kamis (8/3).

Terpisah, Benny K Harman menegaskan anggota DPR hanya dilarang menjalankan profesi advokat. Yakni, seperti mendampingi klien ke kepolisian, kejaksaan atau beracara di pengadilan. “Jadi, tak ada larangan memiliki lawfirm. Saya paham undang-undang itu karena saya dulu ikut membuat,” tegas Benny yang juga Ketua Komisi III ini.

Benny menuturkan kepemilikan lawfirm atau kantor hukum adalah hak perdata setiap orang, termasuk anggota dewan. “Itu tak masalah. Jadi partner di lawfirm juga diperbolehkan, asalkan tak menjalankan pekerjaan sebagai advokat. Itu isi undang-undang,” jelas pria yang mengaku membuka kantor hukum sejak 1999 ini.

Lebih lanjut, Benny menegaskan berani mempertanggungjawabkan kepemilikan lawfirm-nya itu bahkan bila memang harus dipanggil oleh BK. “Saya siap dipanggil BK. Tak masalah. Itu hak perdata saya. Kalau beracara atau menandatangani surat kuasa baru itu tak boleh. Nama saya sudah ada sejak dulu di lawfirm tersebut,” tuturnya lagi.

Dalam laporannya, Judilherry membeberkan kantor hukum yang dimiliki empat anggota dewan itu lengkap dengan alamatnya. Yakni, (1) Nudirman Munir & Associate Law Firm yang beralamat di Gedung Sequiz Plaza lantai 10, Jl. Jend Sudirman, Jakarta Selatan; (2) Law Office Trimedya Pandjaitan & Associates di Jl Biak No. 5C, Jakarta Pusat; 

(3) Lawfirm A Hakim G Nusantara, Harman & Partner milik Benny K Harman di Menara Jamsostek, Jl Gatot Subroto Kav 38, Jakarta Selatan; (4) Ruhut Sitompul & Associate, beralamat di Apartemen Griya Pancoran lantai 2 unit 2A, Mulia Bussines Park, Pancoran, Jakarta Selatan.

Berdasarkan catatan hukumonline
, sikap Judilherry dkk yang mempersoalkan status advokat dan kantor hukum yang dimiliki oleh para anggota Komisi III bukan kali ini saja. Judilherry juga tercatat sebagai pemohon pengujian UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu yang diuji adalah Pasal 208 ayat (2) yang menjadi dasar untuk melaporkan empat anggota dewan itu ke BK.

Judilherry dkk meminta MK memberi tafsir pasal-pasal itu. Yakni, memperluas larangan, di antaranya rangkap pekerjaan di badan swasta atau mengerjakan pekerjaan selain tugas dan fungsi DPR, DPD dan DPRD. MK juga diminta menafsirkan apakah lawfirm yang masih menggunakan nama anggota dewan itu bisa dimaksudkan sebagai bentuk konflik kepentingan.

Benny membantah ada konflik kepentingan terhadap kepemilikan lawfirmnya dengan kedudukannya sebagai mitra kerja penegak hukum. Lalu, bagaimana bila advokat di kantor hukum Benny ‘menjual’ namanya ketika menangani kasus di kepolisian atau kejaksaan? “Buat apa menjual nama saya? Tak ada itu,” pungkasnya.

Bila UU No 27/2009 tidak menyebutkan larangan bagi anggota DPR untuk mencantumkan namanya sebagai nama kantor advokat, tidak demikian dengan Kode Etik Advokat Indonesia. Pasal 3 huruf I Kode Etik tegas melarang hal itu.

Pasal tersebut lengkapnya berbunyi, ‘Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara  (eksekutif, legislatif dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.

Tags: