Pasal-Pasal Merugikan Petani Dibatalkan MK
Berita

Pasal-Pasal Merugikan Petani Dibatalkan MK

Mahkamah menilai Pasal 21 dan Pasal 47 UU Perkebunan tidak memberikan kepastian hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Oleh:
M-11
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP (Ilustrasi)
Foto: SGP (Ilustrasi)

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan judicial review sejumlah pasal yang dimohonkan oleh empat orang petani yakni Japin, Vitalis Andi, Sakri, dan Ngatimin alias Keling. Pasal yang diuji adalah Pasal 21 dan Pasal 47 UU No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Kedua pasal itu dinilai sebagai pemicu terjadinya kriminalisasi terhadap petani.

 

Dalam pertimbangannya, mahkamah menilai unsur-unsur dalam Pasal 21 yang berbunyi “dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya” merupakan rumusan pasal yang terlalu luas dan tidak memberikan batasan yang jelas.

 

Kemudian frasa “penggunaan tanah perkebunan tanpa izin” yang sanksinya diatur dalam Pasal 47 ayat (2) juga dinilai kurang tepat. Mahkamah berpendapat penetapan sanksi tidak bisa diseragamkan melainkan harus dilihat dulu kapan perolehannya, apakah pendudukan tanah tersebut merupakan tanah menurut hukum adat, atau apakah pendudukan tanah tersebut karena keadaan darurat telah diizinkan oleh penguasa.

 

Sedangkan kasus-kasus yang sekarang timbul di daerah-daerah perkebunan yang baru dibuka sangat mungkin disebabkan tidak adanya batas yang jelas antara wilayah hak ulayat dan hak individual berdasarkan hukum adat dengan hak-hak baru yang diberikan oleh negara berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

 

Selanjutnya, unsur Pasal 21 yang juga dinilai terlalu luas sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum adalah frasa “dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan”. Frasa “tindakan lainnya” sangat mudah untuk ditafsirkan, yaitu tindakan apa saja yang mengakibatkan terganggunya perkebunan termasuk tindakan-tindakan yang tidak dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang diancam pidana.

 

“Ketidakjelasan rumusan pasal 21 yang diikuti dengan ancaman pidana dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2) menimbulkan ketidakpastian hukum yang potensial melanggar hak-hak konstitusional warga negara, sehingga dalil yang dikemukakan pemohon beralasan menurut hukum,” ujar Ketua MK Moh Mahfud MD.

 

Ancaman pidana karena kesengajaan dalam Pasal 21 UU Perkebunan juga dinilai berlebihan. Mahkamah berpendapat konflik yang timbul merupakan sengketa keperdataan yang seharusnya diselesaikan juga secara keperdataan dengan mengutamakan musyawarah sebagaimana dimaksud oleh UU No 51/PRP/1960. Fakta ini menguatkan bahwa dalil-dalil yang dikemukakan oleh pemohon telah beralasan hukum.

 

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, mahkamah memutuskan bahwa Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang lengkapnya berbunyi “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di depan hukum”.

 

Selain itu, Pasal 21 dan Pasal 47 ayat (1) dan (2) juga dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menghendaki tegaknya kepastian hukum yang adil.

Tags: