Hakim Ditangkap Karena Janji Menangkan Perkara
Utama

Hakim Ditangkap Karena Janji Menangkan Perkara

Perkara sudah masuk ke tingkat kasasi. Bukti kegagalan seleksi hakim adhoc PHI?

Oleh:
Fathan Qorib/Inu/ASh
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK, M. Jasin jelaskan penangkapan hakim adhoc<br> PHI Bandung. Foto: SGP
Wakil Ketua KPK, M. Jasin jelaskan penangkapan hakim adhoc<br> PHI Bandung. Foto: SGP

Cobalah simak sumpah atau janji yang harus diucapkan seorang calon hakim adhoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebelum memangku jabatannya. “Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga”.

 

Sumpah atau janji itu masih berlanjut. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian”.

 

Entah lupa pada sumpah itu, IDS, hakim adhoc PHI Bandung diduga Imas Dianasari, tertangkap tangan menerima suap dari seorang pengusaha berinisial OJ. Penangkapan berlangsung di sebuah kafe di kawasan Cinunuk, Bandung, Kamis malam (30/6). Penyidik menyita uang Rp200 juta dan sebuah mobil Toyota Avanza.

 

Wakil Ketua KPK M Jasin menjelaskan pemberian sang pengusaha berkaitan dengan perkara yang ditangani PHI Bandung. IDS ditengarai majelis perkara yang menangani kasus perselisihan hubungan industrial antara perusahaan tempat OJ bekerja dengan kalangan buruh. IDS diduga menjanjikan akan memenangkan sang pengusaha bukan hanya di tingkat PHI Bandung tetapi juga mengawalnya hingga ke kasasi.

 

"ID sebenarnya diduga ada janji akan selesaikan perkara tersebut. Dengan pengertian lain memenangkan perkara tersebut," ujar Jasin.

 

Jasin menceritakan pengintaian kepada kedua orang itu dilakukan sehari sebelum penangkapan. OJ yang membawa tas plastik berwarna hitam lebih dulu berada di dalam restoran. Tak lama berselang, hakim IDS datang ke restoran tersebut. Setelah itu, IDS keluar dari restoran sambil membawa tas plastik yang sebelumnya dibawa OJ. Pada saat itulah, penyidik KPK menangkap keduanya.

 

Meski begitu, hingga kini KPK belum menetapkan status keduanya menjadi tersangka. Dari aturan yang ada, kata Jasin, pihaknya memiliki waktu 24 jam untuk segera memastikan status kedua orang tersebut. Hingga kini, keduanya masih diperiksa secara intensif di gedung KPK. Jum’at sore, KPK akan menentukan status hukum IDS dan OJ. “Kalau status keduanya sudah pasti, baru diumumkan," kata Jasin.

 

Tak boleh memihak

IDS adalah hakim adhoc PHI yang mewakili pengusaha. Peristiwa yang menimpa IDS tak seharusnya terjadi jika yang bersangkutan menaati kode etik. Menurut Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto organisasi sudah lama membuat kode etik bagi mereka yang terpilih menjadi hakim adhoc PHI mewakili pengusaha. Salah satunya, larangan bagi hakim untuk berpihak kepada pengusaha tanpa mempertimbangkan hukum dan keadilan. “Sekarang belum diubah, dimana Apindo mensyaratkan mereka bersih dan tidak berpihak,” ungkapnya ketika dihubungi melalui telepon.

 

Djimanto setuju KPK menangkap hakim-hakim nakal, termasuk hakim di PHI. Jika terbukti benar, sang hakim bukan hanya melanggar kode etik, tetapi juga peraturan perundang-undangan bidang kekuasaan kehakiman. Agar kasus serupa tidak terulang, Apindo akan meningkatkan koordinasi dengan Mahkamah Agung.

 

Rekrutmen

Penangkapan terhadap 'wakil tuhan' oleh KPK memang bukan kali ini saja dilakukan KPK. Sebelumnya hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Ibrahim juga tertangkap tangan terkait perkara sengketa tanah di Jakarta Barat. Vonis terhadap Ibrahim sendiri sudah berkekuatan hukum tetap.

 

Yang paling teranyar, tertangkapnya hakim pengawas kepailitan di Pengadilan Niaga Jakarta Syarifuddin. Ia diduga menerima suap atas dikeluarkannya izin penjualan aset perusahaan yang sudah pailit. Hingga kini penyidikan terhadap hakim Syarifuddin masih didalami KPK.

 

Maraknya hakim yang tersangkut kasus korupsi dinilai sebagai bentuk menurunnya moralitas para hakim tersebut. Direktur Inisiatif Institut Hermawanto mengatakan penangkapan hakim menambah kelam potret wajah peradilan di Indonesia. Bukan hanya itu, penangkapan hakim adhoc di Bandung tersebut menggambarkan kegagalan seleksi hakim adhoc yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) selama ini.

 

"Semua orang tahu kalau peradilan kita sudah blepotan. Evaluasi terkini atas penangkapan hakim PHI Bandung berinisial IDS, adalah kegagalan seleksi hakim adhoc yang (seharusnya memiliki) semangat pemahaman hukum yang lebih teknis, namun miskin moralitas," tulis mantan aktivis LBH Jakarta ini melalui pesan singkatnya kepada hukumonline.

 

Tags: