Menhukham Bantah Ingin Melemahkan UU Tipikor
Berita

Menhukham Bantah Ingin Melemahkan UU Tipikor

RUU ini justru memperketat luar biasa tindakan korupsi ke depan.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Menhukham bantah ingin melemahkan UU Tipikor, Foto: Sgp
Menhukham bantah ingin melemahkan UU Tipikor, Foto: Sgp

Draf revisi UU No 31 Tahun 1999 sebagimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sedang digodok oleh pemerintah. Rencananya RUU ini akan dibawa ke DPR untuk dibahas bersama-sama. Namun, belum juga draf ini jadi 100 persen, kritikan sudah mampir ke meja pemerintah.

 

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada sembilan indikasi pelemahan yang dilakukan pemerintah dalam naskah RUU Tipikor ini. Beberapa pasal, misalnya, seperti pidana mati dan pidana minimal, dihilangkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak kalah garang. Ketua KPK Busyro Muqoddas minta agar RUU Tipikor ini ditarik.

 

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar membantah bila RUU Tipikor yang sedang disusun oleh pemerintah sebagai bentuk pelemahan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. “RUU Tipikor ini masih dalam proses. Terlalu dini bila kita berpendapat ada keinginan memperlemah pemberantasan korupsi,” ujarnya usai rapat dengan Komisi III di Gedung DPR, Senin (28/3).

 

Patrialis menyatakan RUU ini justru memperketat luar biasa tindakan korupsi ke depan. Ia justru menilai banyak poin-poin dalam RUU ini yang mendukung pemberantasan korupsi. Misalnya, pasal yang mengatur setiap pejabat harus melaporkan harta kekayaannya. “Bila orang itu salah melaporkan maka bisa dianggap melakukan korupsi,” jelasnya.

 

Selain itu, Patrialis menambahkan RUU ini juga memperluas tindak pidana korupsi. Pengertian korupsi bukan hanya terhadap kerugian keuangan negara, tetapi juga keuangan masyarakat yang dikelola oleh swasta. “Jadi, pihak swasta yang menyelewengkan uang masyarakat juga bisa dikenakan delik korupsi, bukan hanya pejabat negara saja,” tuturnya.

 

Patrialis balik menuduh pihak-pihak yang berkomentar adanya pelemahan pemberantasan korupsi belum mengkaji RUU ini secara seksama. “Mungkin yang berkomentar terlalu apatis. Coba baca lagi. Jangan terlalu mudah menyalahkan!” sindirnya. 

 

Lalu, bagaimana dengan hilangnya ancaman hukuman mati dalam RUU Tipikor ini? Patrialis mengakui hukuman mati memang ditiadakan. Ia mengatakan Konvensi Internasional anti Korupsi cenderung menghilangkan pidana mati sebagai ancaman hukumannya. “Konvensi ini yang menjadi salah satu acuan kami, walau Indonesia masih mengenal ancaman hukuman mati,” tambahnya.

 

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengaku belum bisa berkomentar banyak terhadap langkah pemerintah ini. Lagipula, RUU Tipikor ini masih ditangan pemerintah, belum dilimpahkan ke DPR untuk dibahas bersama-sama. Namun, kelak ia berjanji akan menanyakan persoalan ini kepada pemerintah.

 

“Kami ingin menggali argumentasi pemerintah. Mengapa banyak kalangan, termasuk ICW, menilai RUU ini sebagai langkah mundur pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

 

Meski begitu, Nasir secara pribadi juga menyayangkan sikap pemerintah ini. Menurutnya, korupsi merupakan extra ordinary crime yang memerlukan penanganan khusus. “Jadi, penanganannya juga harus extra ordinary,” jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

 

Tags: