Terdakwa Korupsi Tiket Kemenlu Divonis Tanpa Uang Pengganti
Berita

Terdakwa Korupsi Tiket Kemenlu Divonis Tanpa Uang Pengganti

Penasihat hukum terdakwa berdalih kliennya hanya menandatangani, bukan menyetujui pengeluaran biaya tiket.

Oleh:
CR-10
Bacaan 2 Menit
Terdakwa korupsi tiket Kemenlu divonis tanpa uang pengganti <br> di pengadilan negeri Jakarta Pusat. Foto: Sgp
Terdakwa korupsi tiket Kemenlu divonis tanpa uang pengganti <br> di pengadilan negeri Jakarta Pusat. Foto: Sgp

Mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Syarif Syam Arman dijatuhi vonis penjara selama satu tahun empat bulan. Tidak hanya penjara, Syarif pun dikenakan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider lima bulan kurungan. Vonis terhadap Syarif dibacakan majelis hakim yang diketuai Dehel K Sandan, Rabu (27/1), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan syarif dipenjara selama dua tahun. Bukan hanya tuntutan penjara yang “diabaikan” majelis hakim. Tuntutan pidana uang pengganti sebesar Rp5 juta pun tidak dikabulkan. Majelis hakim menyatakan perhitungan pidana uang pengganti dibebankan seluruhnya kepada Ade Sudirman, mantan Kepala Sub Bagian Verifikasi Kemenlu.

 

Dalam putusannya, majelis hakim berpendapat Syarif terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama menggelembungkan harga tiket perjalanan dinas pejabat di Kemenlu. Perbuatan Syarif sejalan dengan dakwaan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 jo Pasal 64 KUHP.

 

Menurut majelis hakim, Syarif terbukti menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar AS$2 juta atau setara dengan Rp19 milyar.

 

Majelis hakim memaparkan peran Syarif sebagai bendahara adalah menyetujui semua pembayaran tagihan tiket perjalanan dinas pejabat di Kemenlu. Padahal, pada biaya yang dikeluarkan terdapat ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban dengan tagihan sesungguhnya. Terungkap di persidangan, biaya-biaya tersebut ternyata sebagian dibagikan kepada beberapa pejabat sebagai uang insentif.

 

Hal yang memberatkan, menurut majelis hakim, perbuatan Syarif bertentangan dengan program pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh pemerintah. Sementara, hal yang meringankan adalah terdakwa mengakui dan telah mengembalikan uang sebesar Rp1.006.000.000. Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan kondisi terdakwa yang memiliki keluarga serta tidak pernah dihukum.

 

Ditemui selepas sidang, penasihat hukum Syarif, Dendy K Amudi menyatakan keberatan atas vonis majelis hakim. Dia menegaskan bahwa kliennya tidak bersalah karena Syarif hanya menjalankan tugas. Tugas itupun berdasarkan perintah Ade Sudirman, mantan Kepala Sub Bagian Verifikasi.

 

“Dia dan bawahannya yang melakukan verifikasi, sedangkan Pak syarif hanya menerima saja hasilnya. Kasubag dan bawahannya ini yang ada permainan,” Dendy menegaskan.

 

Peran Syarif, lanjut Dendy, hanya menandatangani, tidak menyetujui pengeluaran untuk pembayaran tagihan tiket perjalanan. “Kondisi ini sudah ada sebelum Pak Syarif bekerja di Kemenlu, ini sudah sistemnya,” dalihnya.

 

Dalam perkara ini, Syarif memang bukan satu-satunya (mantan) pejabat Kemenlu yang dijadikan terdakwa. Selain dirinya, terdapat pula mantan Kabiro Keuangan Kemenlu Ade Wismar Wijaya, Kepala Sub Bagian Verifikasi Ade Sudirman, dan mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran sebelum Syarif yakni I Gusti Putu Adnyana. Sementara, dari kalangan “swasta”, enam orang yang bekerja di perusahaan biro perjalanan rekanan Kemenlu juga menjadi terdakwa.

 

Dalam dakwaan penuntut umum, Syarif dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi dengan cara menagih nilai pengembalian biaya tiket yang digelembungkan hingga 25 persen dari harga sebenarnya.

 

Selain itu, masih menurut dakwaan, ada kuitansi yang sudah ditandatangani personil PT. Indowanua Inti Sentosa Travel, rekanan Kemenlu, yang nominalnya dikosongkan. Penagihan pun tidak melampirkan bukti-bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Tags: