Pedagang Babi Uji UU Peternakan ke MK
Berita

Pedagang Babi Uji UU Peternakan ke MK

Pemohon akan memperbaiki permohonan dalam jangka waktu 14 hari.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Pedagang babi dan anjing mengajukan permohonan uji materi UU <br>peternakan ke MK. Foto: Ist (Wikiberita)
Pedagang babi dan anjing mengajukan permohonan uji materi UU <br>peternakan ke MK. Foto: Ist (Wikiberita)

Pedagang daging babi dan anjing mengajukan permohonan uji materi UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yang mereka sasar adalah Pasal 58 ayat (4) terkait kewajiban menyertakan sertifikat veteriner dan halal.

 

Persidangan uji materi ini diperiksa oleh majelis hakim yang diketuai oleh Muhammad Alim didampingi anggota Maria Farida Indriati dan Ahmad Fadlil Sumadi. Para pemohon terdiri dari Deni Junaedi sebagai pedagang telur, I Griawan sebagai pedagang daging babi, Netty Retta Herawaty Hutabarat sebagai pedagang daging anjing, dan Bagus Putu Mantra sebagai pedagang daging babi.

 

"Pemohon tidak bisa mengedarkan dagangannya karena wajib menyertakan  sertifikat halal,” kata kuasa hukum Pemohon, Agus Prabowo, di ruang sidang Gedung MK Jakarta, Selasa (11/1).

 

Lengkapnya, Pasal 58 ayat (4) berbunyi, “Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal.”

 

Sertifikat veteriner adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang yang menyatakan produk hewan telah memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, dan keutuhan. Sementara, sertifikat halal adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh penjamin produk halal.

 

Menurut Agus, Pemohon II, III dan IV akan kesulitan mengedarkan dagangannya  jika harus menyertakan sertifikat halal karena produk daging babi dan anjing menurut ketentuan yang berlaku umum termasuk kategori tidak halal. Padahal, beberapa daerah di Indonesia seperti Manado, Minahasa, dan Bali, masyarakatnya terbiasa mengkomsumsi daging babi atau anjing.

 

“Para pemohon tentunya tak bisa memenuhi ketentuan Pasal 58 ayat (4), sehingga pemohon tidak dapat menjalankan usahanya,” kata Agus.

 

Sementara, untuk Pemohon I jika harus menyertakan sertifikat veteriner pada setiap butir telurnya berapa biaya yang harus dikeluarkan. “Karena itu, Pasal 58 ayat (4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan ini melanggar hak konstitusional pemohon, dan bertentangan dengan Pasal 27 dan 28 UUD 1945,” ujarnya.

 

Menurut Agus, seandainya ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, para pemohon dapat meningkatkan hidupnya secara layak.   

  

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi mengatakan pertentangan pasal yang diuji dengan UUD belum cukup diuraikan dengan jelas dengan argumentasi rasional, yuridis, dan teori-teori hukum.

 

"Uraian permohonan tadi (permohonan) yang dikatakan bertentangan dengan UUD 1945 hanya bersifat praktis. Argumentasi rasional, yuridis, dan teori-teori hukum belum diuraikan dalam permohonan, kalau strukturnya sudah oke,” kata Fadlil.

 

Sementara itu, Hakim Konstitusi Maria Farida menyarankan permohonan juga perlu menguraikan adanya keragaman dan kemajemukkan bangsa Indonesia serta mempertimbangkan berbagai hukum yang ada, termasuk hukum Islam.

 

Atas saran itu, Agus berjanji akan menyempurnakan permohonannya dalam waktu 14 hari. "Kami akan sempurnakan permohonan dengan mempertimbangkan saran dari majelis hakim,” katanya.

Tags: