Appraisal, Profesi Penilai yang Perlu Tahu Hukum
Edisi Lebaran 2010

Appraisal, Profesi Penilai yang Perlu Tahu Hukum

Profesi penilai sudah ada di Indonesia selama puluhan tahun. Permintaan terhadap appraisal kian meningkat.

Oleh:
CR-9
Bacaan 2 Menit
Appraisal Profesi penilai yang perlu tahu hukum, Foto: Ilustrasi (Sgp)
Appraisal Profesi penilai yang perlu tahu hukum, Foto: Ilustrasi (Sgp)

Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) punya pekerjaan rumah yang terbilang berkelanjutan. Perkumpulan ini harus menyiapkan banyak appraisal –sebutan untuk profesi penilai—karena kebutuhan dan permintaan masyarakat kian meningkat. Sayang, peningkatan permintaan itu tak dibarengi pendidikan dan pelatihan yang terstruktur. Selama ini lebih banyak mengandalkan pelatihan informal yang dilakukan swasta. Pemerintah dinilai belum melihat profesi ini sebagai peluang di masa mendatang.

 

Padahal, usaha jasa penilai sudah eksis puluhan tahun. Sejak 1970-an, jasa penilai banyak dimanfaatkan untuk kepentingan investasi yang kala itu mulai marak. Pelan tapi pasti, profesi ini berkembang. Pemerintah juga melihat pentingnya mengatur dan memberikan kepastian hukum kepada profesi penilai. Maka, lahirlah Keputusan Menteri Perdagangan No. 161/VI/77 yang mengatur izin usaha jasa penilai di Indonesia. Sesuai dengan kebutuhan, appraisal mengalami dinamika. Pada 2008 lalu Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan No. 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik. Dalam beleid terakhir ini, usaha jasa penilai yang berbentuk perseroan terbatas diubah menjadi Kantor Jasa Penilai Publik. Appraisal lebih dianggap sebagai pemberi jasa.

 

Profesi penilai dibutuhkan antara lain oleh perusahaan-perusahaan yang hendak go publik, atau oleh perusahaan dalam rangka perhitungan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Di kawasan perkotaan dimana industri properti begitu menggiurkan, jasa seorang appraisal sangat dibutuhkan. Lantaran pentingnya peran appraisal itu pula, Bapepam menerbitkan Peraturan No. VIII.C.4 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal. Appraisal khusus properti –disebut Penilai Properti—penting memahami kontrak penugasan.

 

 

Butuh pendidikan

Dengan kata lain, appraisal bukan hanya perlu memahami tugas-tugas teknisnya, tetapi juga perlu tahu aturan yang berlaku. Ia juga butuh pemahaman kontrak yang benar, sekaligus memahami teknis hukum bidang dimana ia memberikan jasa. Seyogianya, appraisal bisa mendapatkan hal itu melalui pendidikan dan pelatihan. Kebutuhan akan pendidikan tu juga dirasakan Hamid Yusuf. “Kami minta profesi penilai mendapat tempat di dunia pendidikan. Selama ini program sarjana untuk itu tidak ada,” ujar Ketua MAPPI itu kepada hukumonline.

 

Hamid beralasan, Indonesia membutuhkan lebih dari sepuluh ribu orang tenaga appraisal. Saat ini, kita hanya memiliki sekitar tiga ribu lima ratus orang. Itu pun yang aktif hanya sekitar dua ribu orang. Plus penilai yang diangkat Menteri Keuangan sekitar 1300 orang, dan penilai dari Ditjen Pajak sekitar 200-an orang. “Totalnya hanya segitu,” keluh Hamid.

 

Jumlah tadi, tegas Hamid, jelas tak mencukupi. Apalagi dengan kondisi alam Indonesia yang terbentang begitu luas. Faktanya, mayoritas appraisal berada di Pulau Jawa. Padahal aset negara yang perlu dinilai tersebar di luar Pulau Jawa, dan jumlahnya lebih besar. Kondisi ini juga cukup merisaukan MAPPI.

 

Sebab, tak ada yang bisa memastikan nilai kekayaan Indonesia. “Akibatnya, kita tidak tahu jika ada yang hilang. Kita juga tidak tahu potensi nilai ekonomis hutan kita dan berapa yang sudah berkurang”. Hamid mengajak kita untuk merenungkan rumusan Konstitusi bahwa tanah, air, dan kekayaan alam yang terkandung akan diberikan untuk kesejahteraan rakyat. “Tapi apa ukurannya, tidak ada yang tahu”.

Tags: