PTUN Jakarta Setujui Pelarangan Buku ‘Gerakan 30 September’
Berita

PTUN Jakarta Setujui Pelarangan Buku ‘Gerakan 30 September’

Gugatan yang diajukan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) terhadap SK Jaksa Agung yang melarang buku karya John Rossa ditolak oleh majelis hakim PTUN Jakarta.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
PTUN Jakarta Setujui Pelarangan Buku ‘Gerakan 30 September’ <br> Foto: Sgp
PTUN Jakarta Setujui Pelarangan Buku ‘Gerakan 30 September’ <br> Foto: Sgp

Harapan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) agar buku terbitannya yang berjudul ‘Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto’ dapat segera beredar, untuk sementara pupus. Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta baru saja menolak gugatan ISSI terhadap Surat Keputusan Jaksa Agung yang membredel buku karangan John Rossa tersebut. 

 

“Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Guruh Jaya Saputra saat membaca putusan di ruang sidang utama PTUN Jakarta, Selasa (20/7). SK yang dinyatakan tetap berlaku itu adalah SK Jaksa Agung No. KEP-139/AJA/12/2009 tertanggal 22 Desember 2009.

 

Guruh mengatakan tindakan Jaksa Agung melarang buku tersebut sudah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum yang digunakan Jaksa Agung adalah UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan UU No.4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum.

 

Pelarangan buku itu, lanjut Guruh, juga sudah memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik karena sebelum dikeluarkannya SK tersebut dilakukan rapat Clearing House (CH) yang dihadiri oleh sejumlah komponen masyarakat. “Jaksa Agung menerbitkan SK itu berdasarkan rekomendasi Clearing House,” jelasnya.

 

Sekedar mengingatkan, Clearing House merupakan sebuah forum yang dibentuk oleh Kejaksaan Agung. Forum yang terdiri dari perwakilan Kejaksaan, Polri, Bdan Intelijen Nasional, Menkominfo dan MUI (organisasi keagamaan yang lain) ini bertugas memberikan penilaian dan rekomendasi kepada Jaksa Agung apakah sebuah buku patut dilarang karena mengganggu ketertiban umum atau tidak.

 

Guruh juga menambahkan dalil penggugat bahwa menulis buku merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dlindungi sepenuhnya oleh UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan tak sepenuhnya diterima oleh majelis. “Kebebasan itu jangan sampai mengganggu ketertiban umum,” tuturnya.

 

Lalu, siapa yang menentukan sebuah buku mengganggu ketertiban umum atau tidak, majelis menyerahkan sepenuhnya kepada pejabat yang berwenang untuk itu yang menilainya. “Kami serahkan kepada menteri dan jaksa agung untuk menilainya,” tutur Guruh.

Tags: