Beda Tafsir Soal Hak Pekerja yang Mengundurkan Diri
Utama

Beda Tafsir Soal Hak Pekerja yang Mengundurkan Diri

Pekerja mempermasalahkan hak akibat pengunduran diri. Surat Mennaker tahun 2005 menyatakan pekerja yang mengundurkan diri tak berhak atas uang penggantian hak, termasuk uang perumahan serta pengobatan dan perawatan.

Oleh:
Kml
Bacaan 2 Menit
Beda Tafsir Soal Hak Pekerja yang Mengundurkan Diri
Hukumonline

Akibat tidak capai kesepakatan uang pisah saat mengundurkan diri, tiga pekerja PT Ernst & Young, menggugat mantan majikannya ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pasalnya, penetapan standar pesangon berbeda-beda, yang dinilai pekerja akibat perusahaan tak memiliki peraturan perusahaan.
 
Sebagaimana dikatakan Herbin Marulak Siahaan, ketiga pekerja hanya menerima uang pisah sebesar 1 kali gaji mereka. Jumlah itu tidak sesuai dengan kebiasaan di EY. Kuasa hukum pekerja itu mencontohkan ada karyawan lain yang mendapat kompensasi sesuai Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

 

Dalam gugatannya, pekerja menuntut uang penggantian hak sebesar 15 % dari uang pesangon dan uang penghargaan masa Kerja (UPMK).  Selain  itu mereka juga mencantumkan kompensasi salah satu karyawan lain, yang mereka anggap sebagai preseden di EY, Saat mengundurkan diri, si karyawan mendapatkan satu kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

 

Sebetulnya masalah bukan pada nilai, melainkan lebih kepada bagaimana kita menafsirkan dan mengimplementasikan Pasal 156 (UU Ketenagakerjaan, red). Apa benar ketika pekerja mengundurkan diri, uang jasa (penggantian hak-perumahan dan pengobatan-red) tetap diberlakukan? ujar Herbin.

 

Berbeda dengan pekerja, EY berpatokan pada Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) tahun 2005 Nomor B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005, yang menurut Herbin letaknya di bawah undang-undang. Bagi Herbin, mengacu pada Pasal 162 (1) UU Ketenagakerjaan, pekerja berhak atas uang penggantian hak.

 

Dengan gugatan ini, Herbin ingin mengetahui posisi pengadilan terhadap perbedaan penafsiran antara pengusaha dan pekerja tentang hak pekerja yang mengundurkan diri.

 

Sebaliknya penafsiran Pramono, kuasa hukum EY, soal penentuan uang penggantian perumahan memang berbeda dengan pekerja. Argumen dia, mengacu pada SE Menakertrans 600/2005 itu, pesangon dan UPMK hanya diberikan kepada yang di-PHK dan tidak diberikan pada pekerja yang mengundurkan diri.

 

Alhasil 15% dari pesangon dan UPMK sebesar Rp 0,- adalah 0,-. Artinya, pengusaha tidak memiliki kewajiban membayar sepeserpun. Mau dikalikan dengan apa 15 % tersebut? ujarnya. Meski begitu, di sidang ini dirinya kemudian menyerahkan pada hakim untuk menentukan.

 

Sebelumnya Jacob Nuwawea yang ketika itu mejabat sebagai Menakertrans pernah mengeluarkan Surat Edaran No.18.KP.04.29.2004 perihal Uang Penggantian Perumahan Serta Pengobatan dan Perawatan tahun 2004. Di surat tersebut Jacob menetapkan uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan tetap diberikan kepada pekerja yang mengundurkan diri maupun di PHK karena kesalahan berat. Uang ini dihitung sebesar 15% berdasarkan masa kerja mengacu pada Pasal 156 (2) dan 156 (3) UUKetenagakerjaan.

 

Perang surat

Setahun berselang, Menakertrans Fahmi Idris, menlayangkan surat Nomor B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005 tertanggal 31 Agustus 2005. kepada institusi ketenagakerjaan seluruh Indonesia. Surat ini menyatakan karena pekerja yang mengundurkan diri tidak berhak atas pesangon dan UPMK, otomatis pekerja tidak berhak atas uang penggantian perumahan dan pengobatan sesuai Pasal 156 (4). Nah, inilah surat yang menjadi acuan EY.

 

Surat tersebut memang menunjuk Surat Menakertras tahun 2004, kemudian menyatakan berdasarkan kajian lebih lanjut dari Depnaker ditetapkan pekerja yang diPHK karena kesalahan berat atau mengundurkan diri tidak berhak mendapat hak uang penggantian perumahan apabila mengundurkan diri. Surat itu sendiri tidak menjelaskan bentuk hukumnya, apakah itu Surat Edaran, himbauan atau apa.

 

Pasal 162       UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan

(1)         Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

 

Pasal 156 (4)

(4)         Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a.             cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b.             biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;

c.             penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d.             hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

 

 

Senada dengan Fahmi Idris, Kepala Sub Bagian Konsultasi Hukum Departemen Tenaga Kerja Umar Kasim berpendapat pada prinsipnya pekerja hanya berhak atas uang penggantian hak. Itu kalau dia adalah pekerja yang tidak mewakili kepentingan pengusaha berhak atas uang pisah tambah Umar.

 

Mengenai pembayaran uang perumahan serta pengobatan dan perawatan dirinya mengacu pada Surat edaran No 600 yang menyatakan uang perumahan tersebut tidak diperhitungkan bila ia tidak berhak atas pesangon. Jadi 15% x 0 adalah nol tandasnya. Menurutnya surat yang dikeluarkan Jacob Nuwa Wea pada tahun 2004 merusak sistem, dan menimbulkan inkonsistensi dalam melakukan interpretasi.   

 

Pendapat Hakim PHI

Pendapat beragam juga muncul diantara dua hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Tri Endro Budianto menyatakan pekerja seharusnya mendapatkan 15% dari uang perumahan pengobatan dan perawatan. Jadi uang itu dihitung dari total pesangon dan uang penghargaan masa kerja, dan 15% dihitung dari gabungan kedua haknya ujarnya.

 

Alasannya, UU Ketenagakerjaan menetapkan bahwa pekerja berhak 15%, sedangkan surat edaran menteri letaknya dibawah UU.  Saat DPR  membuat UU pasti ada nilainya. Nggak mungkin 15% dikali 0 sama dengan nol ujarnya. Di PHI pekerja akan mendapatkan uang perumahan serta pengobatan dan perawatan. Pengadilan juga punya penafsiran sendiri ujarnya.   

 

Sementara itu, hakim PHI lain Sri Razziaty Ischaya, menyatakan pekerja yang mengundurkan diri hanya berhak atas uang pisah. Kalau uang pengobatan diberikan apabila orangnya mendapatkan pesangon atau UPMK. Kalau mengundurkan diri ngitung 15% dari mana ujarnya.

 

Kita tunggu saja putusan akhirnya.

Tags: