Anak yang Belum Dewasa Tidak Memiliki Legal Standing
Berita

Anak yang Belum Dewasa Tidak Memiliki Legal Standing

Seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Anak yang Belum Dewasa Tidak Memiliki Legal Standing
Hukumonline

 

Pasal 49 ayat (1) menyebutkan dana pendidikan –di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan—dialokasikan minimal 20 persen dari APBN/APBD. Penjelasannya kemudian menyebutkan ‘pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.

 

Penjelasan itulah yang dianggap majelis tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab UUD 1945 sudah memuat ketentuan yang jelas. Pasal 31 ayat (2) menegaskan Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Pasal ini menggunakan kata ‘wajib', bukan kata ‘dapat'.

Sebab, anak yang belum dewasa menurut hukum masih berada dalam kekuasaan orang tuanya (onderlijkmacht). Pasal 330 KUH Perdata menegaskan bahwa yang dimaksud belum dewasa adalah anak yang belum genap berusia 21 tahun atau belum menikah. Anak-anak semacam itu belum memiliki legal standing untuk mengajukan suatu permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD.

 

Pendapat di atas menjadi sebagian dari pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Putusan atas perkara Nomor 011/PUU-III/2005 ini dibacakan dalam sidang, Rabu (19/10). Tiga orang hakim  mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion), yaitu Prof. HAS Natabaya, H. Achmad Roestandi dan Soedarsono.

 

Dalam perkara ini, ada sembilan orang pemohon, termasuk JN Raisal Haq, seorang pelajar madrasah tsanawiyah. Fathul Hadie Utsman bertindak selaku pemohon sekaligus juga kuasa hukum pemohon lain, termasuk Raisal Haq. Namun di mata tiga orang hakim tadi, para pemohon tidak memiliki legal standing. Jika Fathul Hadie Utsman sendiri tidak memiliki legal standing, maka pemberi kuasa kepada dirinya –dalam hal ini Raisal Haq—pun tidak memiliki kedudukan serupa. Berdasarkan pertimbangan itu, ketiga hakim berpendapat, permohonan pengujian UU Sisdiknas seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima.

 

Kesembilan hakim MK sependapat tentang tidak adanya legal standing Raisal Haq. Tetapi dalam hal materi permohonan, mayoritas hakim menganggap permohonan pemohon layak dikabulkan sebagian. MK menyatakan penjelasan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945, dan konsekwensinya, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa pencapaian anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD dilakukan secara bertahap.

 

UUD 1945 sudah tegas menyebut keharusan memenuhi anggaran 20 persen untuk pendidikan. Majelis hakim berpendapat pelaksanaan ketentuan Konstitusi pada hakekatnya tidak boleh ditunda-tunda. Ketentuan UUD 1945 yang secara expressis verbis telah menentukan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total APBN/APBD tidak boleh direduksi oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah kedudukannya. Lagipula, bagian penjelasan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas dinilai majelis telah mengaburkan norma hukum yang terkandung dalam batang tubuh pasal itu sendiri.

Halaman Selanjutnya:
Tags: